A.
PENDAHULUAN
Matematika merupakan subjek yang sangat penting dalam sistem
pendidikan di seluruh dunia. Negara yang mengabaikan pendidikan sebagai
prioritas utama akan tertinggal dari kemajuan segala bidang, disbanding Negara
lain yang memberikan tempat bagi matematika sebagai subjek yang sangat
penting.Kedudukan filsafat pengetahuan yang tugasnya ialah menyoroti gejala
pengetahuan manusia berdasarkan sudut sebab mushabab. Pokok-pokok bahasan
apakah suatu pengetahuan itu benar dan tetap dan terpercaya, tidak berubah atau
malah berubah-ubah terus, bergerak dan berkembang. Filsafat adalah
suatu ilmu yang kajiannya tidak hanya terbatas pada fakta-fakta saja melainkan
sampai jauh diluar fakta hingga batas kemampuan logika manusia. Batas kajian
ilmu adalah fakta sedangkan batas kajian filsafat adalah logika atau daya pikir
manusia. Ilmu menjawab pertanyaan “why” dan “how” sedangkan filsafat menjawab
pertanyaan “why, why, dan why” dan seterusnya sampai jawaban paling akhir yang
dapat diberikan oleh pikiran atau budi manusia (mungkin juga
pertanyaan-pertanyaannya terus dilakukan sampai never ending) .
Jika matematika dianggap sebagai
ilmu, maka filsafat pada dasarnya bukanlah ilmu, tetapi suatu usaha
manusia untuk memuaskan dirinya selagi suatu fenomena tidak / belum dapat
dijelaskan secara keilmuan. Ada juga yang mengatakan filsafat matematika dapat dianggap sebagai cabang dari
filsafat ilmu, di samping disiplin ilmu seperti filsafat fisika dan filsafat
biologi.Namun, karena pokok permasalahannya, filsafat matematika menempati
tempat khusus dalam filsafat ilmu. Sedangkan ilmu alam menyelidiki entitas yang berada
dalam ruang dan waktu, itu sama sekali tidak jelas bahwa ini juga kasus yang
berhubungan dengan objek yang dipelajari dalam matematika. Selain itu, metode investigasi matematika berbeda
dari metode-metode penyelidikan dalam ilmu alam. Sedangkan yang terakhir memperoleh pengetahuan umum menggunakan
metode induktif, pengetahuan matematika tampaknya diperoleh dengan cara yang
berbeda, yaitu, dengan deduksi dari prinsip-prinsip dasar. Status
pengetahuan matematika juga tampaknya berbeda dari status pengetahuan dalam
ilmu alam. Teori-teori ilmu-ilmu alam tampaknya kurang yakin dan
lebih terbuka untuk revisi dari teori matematika. Untuk
matematika alasan menimbulkan masalah dari jenis yang cukup khusus untuk
filsafat. Oleh karena itu filsuf telah diberikan perhatian khusus
untuk pertanyaan-pertanyaan ontologis dan epistemologis tentang matematika.
Filsafat matematika adalah cabang dari filsafat yang mempelajari asumsi-asumsi
yang bersifat filsafat, dasar-dasar, dan implikasi-implikasi matematika. Tujuan dari filsafat matematika
adalah untuk meyediakan perhitungan dasar dan metodologi matematika serta
memahami bagian dari matematika dalam kehidupan kita. Secara logika dan
sifat dasar matematika itu sendiri membuat pengajaran tentang filsafat
matematika itu luas dan unik diantara filsafat-filsafat ilmu lainnya. Tema-tema
dalam filsafat matematika termasuk di dalamnya adalah:
- Apa sumber-sumber dari pokok persoalan matematik?
- Apakah status ontology matematik sungguh-sungguh ada?
- Apakah itu berarti mengacu pada obyek matematik?
- Apa karakter dari proposisi matematik?
- Apa hubungan antara logika dengan matematika?
- Apa peran hermeneutika dalam matematika?
- Pemeriksaan macam apa yang memainkan peran dalam matematika?
- Apa tujuan dari penelitian matematik?
- Apa yang matematika berikan sebagai pegangan dalam pengalaman di kehidupan?
- Apa karakter manusia di belakang matematika?
- Apa keindahan matematik itu?
- Apa sumber-sumber dan sifat dasar dari kebenaran matematik?
- Apa hubungan antara dunia abstrak matematika dengan benda-benda alam semesta?
- Apakah bahasa matematika itu absolut dan universal? (tema ini biasa dalam genre Science-Fiction)
Filsafat matematika bisa digunakan
untuk memformalkan pokok masalah secara filsafat, seperti estetika, etika,
logika, metafisika, ataupun teologika, dalam bentuk isi pokok yang lebih eksak
dan lebih teliti, sebagai contoh adalah kerja dari para kelompok teologi Scholastic, atau tujuan-tujuan yang sistematik dari Leibniz dan Spinoza. Pengertian lain adalah mengacu pada filsafat kerja
dari para praktisi secara individu atau komunitas para matematikawan yang
berpikiran lebih suka pada praktek. Sebagai tambahan, beberapa pemahaman
terhadap batasan filsafat matematik dari suatu kiasan kepada pendekatan yang
ditulis oleh Bertrand Russell dalam
bukunya Introduction to
Mathematical Philosophy.
B.
Tinjauan Sejarah
Matematika adalah alat
yang dapat membantu memecahkan berbagai permasalahan (dalam
pemerintahan,industri, sains). Sejarah matematika adalah penyelidikan terhadap
asalmula penemuan di dalam matematika dansedikit perluasannya, penyelidikan
terhadap metode dan notasi matematika dimasa silam. Dalam perjalanan
sejarahnya, matematika berperan membangun peradaban manusia sepanjang masa. Kata
"matematika" berasal dari kata μάθημα(máthema) dalam bahasa Yunani yang
diartikan sebagai "sains, ilmu pengetahuan, atau belajar" juga
μαθηματικός (mathematikós) yang diartikan sebagai "suka belajar".
Metode yang digunakan
adalah eksperimen atau penalaran induktif dan penalaran deduktif. Penalaran induktif
adalah penarikan kesimpulan setelah melihat kasus-kasus yang khusus. Kesimpulan
penalaran induktif memiliki derajat kebenaran barangkali benar atau tidak perlu
benar.
Banyak pemikir telah
mengkontribusikan pemikirannya berkaitan dengan sifat dasar matematika.
Saat ini, beberapa ahli filsafat matematik berniat memberikan laporan bentuk
penelitian dan hasil-hasil seperti yang mereka berlakukan, sementara yang
lainnya menekankan peran mereka sendiri dari interpretasi sederhana sampai
dengan analisis kritis. Ada dua macam tradisi dari filsafat matematik, yaitu
filsafat Barat (Western philosophy) dan
filsafat Timur (Eastern philosophy). Filsafat
Matematika Barat seperti Plato, yang
mempelajari status ontologi dari obyek matematik, dan Aristotle, mempelajari logika serta isu-isu yang berkaitan
dengan ketakhinggaan (aktual versus potensial).
Filsafat Matematika Yunani Greek dipengaruhi
kuat oleh pengajaran geometri. Sebagai contoh, pada suatu ketika, orang Yunani
memegang opini bahwa 1 (satu) adalah bukan bilangan, tetapi cukup sebuah unit
sembarang dari panjang. Sebuah bilangan didefinisikan sebagai sebagai jumlah,
sehingga sebagai contoh 3, digambarkan sebagai jumlah tertentu dari unit, jadi
bukan benar-benar sebuah bilangan.
Dari sudut pandang lain, dengan
argumen yang sama bahwa 2 bukanlah bilangan tetapi pengertian dasar dari sebuah
pasangan. Sudut pandang ini datang dari sisi lurus geometri dan sudut pandang
yang terbatas dari orang-orang Yunani, bahwa garis yang digambarkan dalam
geometri diukur sebagai proporsi gamabr garis sembarang yang pertama, jadi juga
sebuah bilangan pada garis bilangan yang diukur sebagai proporsi terhadap
“bilangan” sembarang pertama atau “satu” .
Pemikiran awal bangsa Yunani tentang bilangan diakhiri
dengan penemuan tentang keirrasionalan akar kuadrat dari bilangan dua. Hippasus, seorang murid Pythagoras, telah menunjukkan bahwa diagonal
dari kuadrat unit tidak dapat dibandingkan dengan sisi (panjang unit)nya:
dengan perkataan lain ia telah membuktikan bahwa tidak ada bilangan (rasional)
yang menggambarkan secara akurat proporsi dari diagonal kuadrat unit terhadap
sisinya. Hal ini disebabkan adanya re-evaluasi dari filsafat matematika bangsa
Yunani. Menurut legenda, para pengikut kaum Pythagorean dibuat trauma dengan
penemuan ini, mereka membunuh Hippasus untuk menghentikan penyebaran
ide-idenya. Pemikiran-pemikiran bangsa Yunani tetap dominan sampai dengan abad
ke-17. Pada saat ini, dimulai oleh Leibniz, fokus bergeser secara kuat ke hubungan antara
matematika dengan logika. Pandangan ini telah mendominasi filsafat matematika
sampai saatnya Frege dan
Russell, yang dibawa oleh pengembangan dalam akhir abad ke-19 dan awal abad
ke-20
Beberapa tokoh filsafat matematika
Yunani Kuno
1. Thales (624-550 SM)
Dapat disebut
matematikawan pertama yang merumuskan teorema atau proposisi, dimana tradisi
ini menjadi lebih jelas setelah dijabarkan oleh Euclid. Landasan matematika
sebagai ilmu terapan rupanya sudah diletakan oleh Thales sebelum muncul
Pythagoras yang membuat bilangan.
2. Pythagoras (582-496 SM)
Pythagoras
adalah orang yang pertama kali mencetuskan aksioma-aksioma, postulat postulat
yang perlu dijabarkan terlebih dahulu dalam mengembangkan geometri. Pythagoras
bukan orang yang menemukan suatu Teorema Pythagoras namun dia berhasil membuat pembuktian matematis. Pythagoras juga mengatakan
bahwa alam diperintah oleh angka-angka (Arianto,2011).
3. Socrates (427-347 SM)
Ia merupakan
seorang filosofi besar dari Yunani. Dia juga menjadi pencipta ajaran serba
cita, karena itu filosofinya dinamakan idealisme. Ajarannya lahir karena pergaulannya
dengan kaum sofis. Plato merupakan ahli piker pertama yang menerima paham
adanya alam bukan benda.
4. Ecluides (325-265 SM)
Euklides
disebut sebagai “Bapak Geometri” karena menemuka teori bilangan dan geometri.
Subyek-subyek yang dibahas adalah bentuk-bentuk, teorema Pythagoras, persamaan
dalam aljabar, lingkaran, tangen,geometri ruang, teori proporsi dan lain-lain.
Alat-alat temuan Eukluides antara lain mistar dan jangka.
5. Archimedes (287-212 SM)
Dia
mengaplikasikan prinsip fisika dan matematika. Dan juga menemukan perhitungan π
(pi) dalam menghitung luas lingkaran. Ia adalah ahli matematika terbesar
sepanjang zaman dan di zaman kuno. Tiga kaaarya Archimedes membahas geometri
bidang datar, yaitu pengukuran lingkaran, kuadratur dari parabola dan spiral.
6. Appolonius (262-190 SM)
Konsepnya
mengenai parabola, hiperbola, dan elips banyak memberi sumbangan bagi astronomi
modern. Ia merupakan seorang matematikawan tang ahli dalam geometri. Teorema
Appolonius menghubungkan beberapa unsur dalam segitiga.
7. Diophantus (250-200 SM)
Ia merupakan
“Bapak Aljabar” bagi Babilonia yang mengembangkan konsep-konsep aljabar
Babilonia. Seorang matematikawan Yunani yang bermukim di Iskandaria. Karya
besar Diophantus berupa buku aritmatika, buku karangan pertama tentang system
aljabar. Bagian yang terpelihara dari aritmatika Diophantus berisi pemecahan
kira-kira 130 soal yang menghasilkan persamaan-persamaan tingkat pertama.
C. Filsafat Matematika dalam abad ke-20
Isu abadi dalam filsafat matematika tertuju pada hubungan
antara logika dan matematika. Sementara para filsafat abad ke-20 melanjutkan
untuk mempertanyakan pertanyaan-pertanyaan yang telah disebutkan pada awal
artikel ini, dimana filsafat matematika dalam abad ke-20 telah mempunyai ciri
utama yaitu berminat pada logika formal, teori himpunan, dan isu-isu mendasar. Adalah
suatu teka-teki yang besar bahwa pada satu sisi kebenaran matematik tampaknya
mempunyai keniscayaan yang menarik, tetapi di sisi lain sumber dari
"kebenaran" mereka tetap sukar dipahami. Investigasi terhadap
isu-isu ini dikenal sebagai program dasar-dasar matematik.
Saat dimulainya abad ke-20, para ahli filsafat siap mulai
untuk membagi ke dalam berbagai macam aliran pemikiran. Tiga aliran pemikiran,
yaitu, formalisme,
intuisionisme,
dan logisisme,
pada saat ini telah muncul, bagian dari tanggapan terhadap meningkatnya
kekhawatiran bahwa matematika masih berdiri, khususnya analisis mati sampai
standar ketidakpastian dan ketelitian telah dianggap remeh.
Mengherankan bahwa pengembangan yang kontra secara intuisi
dalam logika formal dan teori himpunan dalam abad ke-20 menyebabkan
pertanyaan baru mengenai apa yang secara tradisional disebut dasar-dasar matematika. Sebagai
abad yang terbuka, fokus awal menyangkut perluasan terhadap eksplorasi terbuka
dari aksioma dasar matematika, pendekatan aksiomatiknya dianggap remeh karena
waktu Euclid
sekitar 300 SM adalah sebagai basis dasar untuk matematika. Gagasan-gagasan
tentang aksioma, proposisi dan pembuktian matematik,
seperti juga gagasan tentang proposisi yang benar dari obyek matematik (lihat
logika matematik), telah diformalkan,
sehingga memungkinkan proposisi-proposisi tersebut diperlakukan secara matematik.
Aksioma Zermelo-Fraenkel untuk teori himpunan
dibuat formulasi yang menyediakan kerangka konseptual dimana banyak
tulisan matematik akan diinterpretasikan. Dalam matematika seperti
juga dalam fisika, gagasan-gagasan baru dan tak terduga telah muncul dan
perubahan-perubahan yang signifikan pun dating. Dengan penomoran Gödel,
proposisi-proposisi dapat diinterpretasikan sebagai acuan terhadap
dirinya sendiri atau proposisi-proposisi lain, memungkinkan pemeriksaan kedalam
kekonsistenan dari teori-teori matematk. Kritik
yang refleksif ini, dimana teori di bawah tinjauan "menjadi dirinya
sendiri adalah obyek dari studi matematik " membawa Hilbert menyebut
studi tersebut adalah metamatematika
atau teori pembuktian.
Pada abad pertengahan, sebuah teori matematik baru telah
diciptakan oleh Samuel Eilenberg
dan Saunders Mac Lane,
yang dikenal dengan teori kategori, dan teori ini menjadi pesaing baru bagi
bahasa dasar dalam berfikir secara matematik (Mac Lane 1998).
Ketika filsafat menemukan sesuatu yang salah dengan ilmu pengetahuan, kadang-kadang kita berfikir bahwa ilmu pengetahuan harus diubah (paradox Russel), seperti Berkeley menentang terhadap ketakhinggaan, tetapi yang lebih sering terjadi adalah filsafat yang harus berubah. Tidak terpikirkan oleh kita semua bagaimana sulitnya filsafat menemukan matematik klasiknya (merupakan kesulitan yang murni); dan terpikir bahwa interpretasi filsafat terhadap matematik yang setiap kali diberikan adalah salah, dan interpretasi filsafat adalah sesuatu yang tidak dibutuhkan.
Ketika filsafat menemukan sesuatu yang salah dengan ilmu pengetahuan, kadang-kadang kita berfikir bahwa ilmu pengetahuan harus diubah (paradox Russel), seperti Berkeley menentang terhadap ketakhinggaan, tetapi yang lebih sering terjadi adalah filsafat yang harus berubah. Tidak terpikirkan oleh kita semua bagaimana sulitnya filsafat menemukan matematik klasiknya (merupakan kesulitan yang murni); dan terpikir bahwa interpretasi filsafat terhadap matematik yang setiap kali diberikan adalah salah, dan interpretasi filsafat adalah sesuatu yang tidak dibutuhkan.
Filsafat matematika saat ini melanjutkan terus beberapa garis
penyelidikan yang berbeda oleh para ahli filsafat matematik, para ahli logika,
dan para ahli matematik serta ada banyak sekolah yang memikirkan tentang
masalah ini
D. Aliran dalam Matematika
1. Formalisme
Formalis seperti David Hilbert
(1642 –1943) berpendapat bahwa matematika adalah tidak lebih atau tidak kurang
sebagai bahasa matematika. Hal ini disederhanakan sebagai deretan permainan
dengan rangkaian tanda –tanda lingistik, seperti huruf-huruf dalam alpabet
Bahasa Inggeris. Bilangan dua ditandai oleh beberapa tanda seperti 2, II atau
SS0. Pada saat kita membaca kadang-kadang kita memaknai bacaan secara
matematika, tetapi sebaliknya istilah matematika tidak memiliki sebarang
perluasan makna (Anglin, 1994). Formalis memandang matematika sebagai suatu
permainan formal yang tak bermakna (meaningless) dengan tulisan pada kertas,
yang mengikuti aturan (Ernest, 1991). Menurut Ernest (1991) formalis memiliki
dua dua tesis, yaitu:
a. Matematika dapat
dinyatakan sebagai sistem formal yang tidak dapat ditafsirkan sebarangan,
kebenaran matematika disajikan melalui teorema-teorema formal.
b. Keamanan dari
sistem formal ini dapat didemostrasikan dengan terbebasnya dari ketidak
konsistenan.
Ada bermacam keberatan terhadap
formalisme, antara lain; (1) formalis dalam memahami obyek matematika seperti
lingkaran, sebagai sesuatu yang kongkrit, padahal tidak bergantung pada obyek
fisik; (2) formalis tidak dapat menjamin permainan matematika itu konsisten.
Keberatan tersebut dijawab formalis bahwa (1) lingkaran dan yang lainnya adalah
obyek yang bersifat material dan (2) meskipun beberapa permainan itu tidak
konsisten dan kadang-kadang trivial, tetapi yang lainnya tidak demikian
(Anglin, 1994).
2. Intuisionisme
Intuisionisme seperti L.E.J. Brouwer (1882-1966),
berpendapat bahwa matematika suatu kreasi akal budi manusia. Bilangan, seperti
cerita bohong adalah hanya entitas mental, tidak akan ada apabila tidak ada
akal budi manusia memikirkannya. Selanjutnya intuisionis menyatakan bahwa obyek
segala sesuatu termasuk matematika, keberadaannya hanya terdapat pada pikiran
kita, sedangkan secara eksternal dianggap tidak ada. Kebenaran pernyataan p tidak
diperoleh melalui kaitan dengan obyek realitas, oleh karena itu intusionisme tidak
menerima kebenaran logika bahwa yang benar itu p atau bukan p (Anglin,
1994). Intuisionisme mengaku memberikan suatu dasar untuk kebenaran matematika
menurut versinya, dengan menurunkannya (secara mental) dari aksima-aksioma
intuitif tertentu, penggunaan intuitif merupakan metode yang aman dalam
pembuktian. Pandangan ini berdasarkan pengetahuan yang eksklusifpada keyakinan
yang subyektif. Tetapi kebenaran absolut (yang diakui diberikan intusionisme)
tidak dapat didasarkan pada padangan yang subyektif semata (Ernest, 1991). Ada
berbagai macam keberatan terhadap intusionisme, antara lain; (1) intusionisme
tidak dapat mempertanggung jawabkan bahwa obyek matematika bebas, jika tidak
ada manusia apakah 2 + 2 masih tetap 4; (2) matematisi intusionisme adalah manusi
timpang yang buruk dengan menolak hukum logika p atau bukan p dan mengingkari
ketakhinggaan, bahwa mereka hanya memiliki sedikit pecahan pada matematika masa
kini. Intusionisme, menjawab keberata tersebut seperti berikut; tidak ada dapat
diperbuat untuk manusia untuk mencoba membayangkansuatu dunia tanpa manusia;
(2) Lebih baik memiliki sejumlah sejumlah kecil matematika yang kokoh dan ajeg
dari pada memiliki sejumlah besar matematika yang kebanyakan omong kosong
(Anglin, 1994).
3. Logisisme
Logisisme memandang bahwa
matematika sebagai bagian dari logika. Penganutnya antara lain G. Leibniz, G.
Frege (1893), B. Russell (1919), A.N. Whitehead dan R. Carnap(1931). Pengakuan
Bertrand Russell menerima logisime adalah yang paling jelas dan dalam rumusan yang
sangat ekspilisit. Dua 3 pernyataan penting yang dikemukakannya, yaitu (1)
semua konsep matematika secara mutlak dapat disederhanakan pada konsep logika;
(2) semua kebenaran matematika dapat dibuktikan dari aksioma dan aturan melalui
penarikan kesimpulan secara logika semata (Ernest, 1991). Menurut Ernest
(1991), ada beberapa keberatan terhadap logisisme antara lain:
a.
Bahwa pernyataan
matematika sebagai impilikasi pernyataan sebelumnya, dengan demikian
kebenaran-kebenaran aksioma sebelumnya memerlukan eksplorasi tanpa menyatakan
benar atau salah. Hal ini mengarah pada kekeliruan karena tidak semua kebenaran
matematika dapat dinyatakan sebagai pernyataan implikasi. B.
b.
Teorema Ketiddaksempurnaan Godel menyatakan
bahwa bukti deduktif tidak cukup untuk mendemonstrasikan semua kebenaran
matematika. Oleh karena itu reduksi yang sukses mengenai aksioma matematika
melalui logika belum cukup untuik menurunkan semua kebenaran matematika.
c.
Kepastian dan
keajegan logika bergantung kepada asumsi-asumsi yang tidak teruji dan tidak
dijustifikasi. Program logisis mengurangi kepastian pengetahuan matematika dan
merupakan kegagalan prinsip dari logisisme. Logika tidak menyediakan suatu dasar
tertentu untuk pengetahuan matematika
E.
PENUTUP
Pada abad
kedua puluh, penelitian dalam filsafat matematika berkisar kebanyakan
sekitar sifat objek matematika,
hukum-hukum dasar yang mengaturnya,
dan bagaimana kita memperoleh
pengetahuan matematika tentang
mereka.
Sementara di dalam
filsafat matematika, adanya pertentangan antara kaum rasionalis dan kaum
empiris menimbulkan pengakuan mendalam akan sintesis Immanuel Kant bahwa
matematika adalah ilmu yang bersifat sintetik a priori. Pengetahuan matematika
di satu sisi bersifat “subserve” yaitu hasil dari sistesis pengalaman inderawi;
di sisi yang lain matematika bersifat “superserve” yaitu pengetahuan a priori
sebagai hasil dari konsep matematika yang bersifat immanen dikarenakan didalam
pikiran kita sudah terdapat kategori-kategori yang memungkinkan kita dapat
memahami matematika tersebut. Namun krisis pondasi matematika tidak berhenti
sampai di sini. Pada akhir abad ke 19 Cantor menemukan dan mengembangkan teori
himpunan. Di dalam pengembangan teori himpunan tersebut Cantor menghadapi
persoalan paradoks matematika, yang menambah panjang deretan krisis di dalam
pondasi matematika. Pada awal abad ke 20, karya besar telah dicapai oleh para
filsuf dan matematisi dengan diletakkannya logika sebagai pondamen matematika.
Sampai akhirnya ditemukan pula paradoks dari logika; sehingga hal yang demikian
menggagalkan usaha Hilbert untuk membangun matematika sebagai suatu sistem di
atas satu pondasi yang kokoh. Adalah muridnya sendiri Kurt Godel yang berhasil
menyimpulkan bahwa jika sistem matematika bersifat lengkap maka dia pasti tidak
konsisten; dan jika sistem matematika konsisten maka dia tidak akan bisa
lengkap. Era filsafat kontemporer telah mendorong para filsuf dan matematisi
untuk melihat kenyataan bahwa matematika bersifat multi-facet.
DAFTAR
PUSTAKA
- Aceng Rahmat; Arianto, Ismail; dkk. (2011). Filsafat Ilmu Lanjutan. Jakarta. Kencana
- Anglin, WS. (1994). Mathematics : A Concise Hystory and Phylosophy. Undegraduate Texts in Mathematics, Springer-Verlag.
- Colyvan, Mark. 2011. An Introduction to the Philosophy of Mathematics. Sidney. University Of Sidney
- Ernest, P. (1991). The Philosophy of Mathematics Education. London: The Falmer Press
- Gullberg, Jan. (1997). Mathematics From the birth of Numbers. WW Norton Company.
- J J O'Connor dan E F Robertson (2006). Hystory of Mathematics
- Russel, Bertrand (1974). Introduction to Mathematical Philosophy
- http://id.wikipedia.org/wiki/Sempoa
- http://www.unej.ac.id/fakultas/mipa/skripsi/widya.pdf
- http://www.ut.ac.id/html/suplemen/mpmt5101/index.html
- http://marsigitphilosophy.blogspot.com/2008/12/pondasi-matematika-dari-plato-sampai.html
- http://www.masbied.com/2010/03/20/filsafat-pendidikan-matematika/#more-2443
- http://astutisetyoningsih.blogspot.com/
- http://izoelsyifa.wordpress.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar